Lara Insani Taqwim Abu____Abu: Bercermin diri

Rabu, 23 Februari 2011

Bercermin diri

Dalam keseharian kehidupan kita, begitu sangat sering dan nikmatnya 

ketika kita bercermin. Tidak pernah bosan barang sekalipun padahal wajah
yang kita tatap itu-itu juga, aneh bukan?! Bahkan hampir pada setiap 
kesempatan yang memungkinkan kita selalu menyempatkan diri untuk bercermin.
Mengapa demikian? Sebabnya kurang lebih karena kita ingin selalu berpenampilan
baik, bahkan sempurna. Kita sangat tidak ingin berpenampilan mengecewakan,
apalagi kusut dan acak-acakan tak karuan. 

     Tapi harap diketahui, bahwa selama ini kita baru sibuk bercermin 'topeng'
belaka. Topeng 'make up', seragam, jas, dasi, sorban, atau 'asesoris' lainnya.
Sungguh, kita baru sibuk dengan topeng, namun tanpa disadari kita sudah ditipu
dan diperbudak oleh topeng buatan sendiri. Kita sangat ingin orang lain 
menganggap diri ini lebih dari kenyataan yang sebenarnya. Ingin tampak lebih 
pandai, lebih gagah, lebih cantik, lebih kaya, lebih sholeh, lebih suci dan 
aneka kelebihan lainnya. Yang pada akhirnya selain harus bersusah payah agar 
topeng' ini tetap melekat, kita pun akan dilanda tegang dan was-was takut
'topeng' kita terbuka, yang berakibat orang tahu siapa kita yang 'aslinya


    Oleh karena itu marilah kita jadikan saat bercermin tidak hanya 'topeng'
yang kita amat-amati, tapi yang terpenting adalah bagaimana isinya, yaitu diri
kita sendiri. 


Mulailah amati wajah kita seraya bertanya, "Apakah wajah ini yang kelak akan 
bercahaya bersinar indah di surga sana ataukah wajah ini yang akan hangus legam terbakar dalam bara jahannam?" Lalu tatap mata kita, seraya bertanya, "Apakah 
mata ini yang kelak dapat menatap penuh kelezatan dan kerinduan, menatap Allah
Yang Maha Agung, menatap
keindahan surga, menatap Rasulullah, menatap para Nabi, menatap
kekasih-kekasih Allah kelak? Ataukah mata ini yang akan terbeliak,
melotot, menganga, terburai, meleleh ditusuk baja membara? Akankah mata yang
terlibat maksiat ini akan menyelamatkan? Wahai mata apa gerangan yang kau tatap selama ini?"


Lalu tataplah mulut ini, "Apakah mulut ini yang di akhir hayat nanti dapat
menyebut kalimat thoyibah, 'laa ilaaha ilallaah', ataukah akan menjadi mulut
berbusa yang akan menjulur dan di akhirat akan memakan buah zakun yang getir 
menghanguskan dan menghancurkan setiap usus serta menjadi peminum lahar dan 
nanah saking terlalu banyaknya dusta, ghibah, dan fitnah serta orang yang 
terluka dengan mulut kita ini!"


"Wahai mulut apa gerangan yang kau ucapkan? Wahai mulut yang malang betapa 
banyak dusta yang engkau ucapkan. Betapa banyak hati-hati yang remuk dengan 
pisau kata-katamu yang mengiris tajam? Berapa banyak kata-kata manis semanis
madu palsu yang engkau ucapkan untuk menipu orang? Betapa jarangnya engkau 
jujur? Betapa jarangnya engkau menyebut nama Allah dengan tulus?


Betapa jarangnya engkau syahdu memohon agar Allah mengampuni?"
Lalu tataplah diri kita tanyalah, "Hai kamu ini anak sholeh atau anak
durhaka, apa saja yang telah kamu peras dari orang tuamu selama ini dan apa
yang telah engkau berikan? Selain menyakiti, membebani, dan menyusahkannya.
Tidak tahukah engkau betapa sesungguhnya engkau adalah makhluk tiada tahu balas budi!




'Apakah engkau ini sholeh atau sholehah seperti yang engkau tampakkan?
Khusyu-kah shalatmu, dzikirmu, doamu, ikhlaskah engkau lakukan semua itu?


 Wahai sahabat-sahabat sekalian, sesungguhnya saat bercermin adalah saat yang
 tepat agar kita dapat mengenal dan menangisi diri ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar